Senin, 20 November 2017

hak konstitusional warga negara



A.     HAK DAN KONSTITUSIONAL

1.     Hak

Hak adalah segala sesuatu yang pantas dan mutlak untuk didapatkan oleh individu sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam kandungan . Hak pada umumnya didapat dengan cara diperjuangkan melalui pertanggungjawaban atas kewajiban .
Contoh Hak Warga Negara Indonesia ;
a.    Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum.
b.    Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
c.    Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan.
d.    Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai.
e.    Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
f.     Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau NKRI dari serangan musuh.
g.    Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.

2.     konstitusional

Konstitusi pada umumnya bersifat kodifikasi yaitu sebuah dokumen yang berisikan aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal). Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia telah tercatat beberapa upaya perumusan konstitusi: (1) Pembentukan Undang-Undang Dasar pada tanggal 18 Agustus1945, (2)Penggantian Undang-Undang Dasar, pada tanggal 27 Desember 1949 menjadi Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) dan tanggal 17 Agustus 1950 menjadi Undang-Undang.
Dasar Sementara 1950 pengganti Konstitusi RIS, (3) Kembali pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan (4) Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kurun waktu tahun 1999-2002. Dengan perubahan terakhir, konstitusi kita telah menjadi lebih sempurna dibandingkan dengan naskah awal pada tanggal 18 Agustus tahun 1945. Persoalannya adalah bagaimana kita bisa mengaktualisasi yang telah dicapai dan tidak menggunakan kelemahan yang ada untuk menghancurkan cita-cita mendirikan negara bangsa ini.  hak-hak konstitusional warga negara akan dibahas lebih dalam dan dijabarkan lebih lanjut. Dengan menggunakan naskah siding BPUPKI, naskah Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 dan naskah amandemen ke-1 sampai ke-4, keseluruhannya akan dikaitkan dengan citacita kemerdekaan negara bangsa Indonesia.
Hak konstitusional adalah norma-norma yang termuat dalam konstitusi, tidak hanya yang mengatur organisasi kewenangan lembaga, dan hubungannya satu dengan yang lain, yang melahirkan kewenangan atau constitutional authorities, tetapi juga mengatur hubungan Negara dengan warganegara dalam konteks kewenangan.  Negara tersebut berhadapan dengan hak-hak konstitusional rakyat. Dalam hubungan dengan kekuasaan Negara, hak-hak  warganegara diatur dalam konstitusi sebagai perlindungan dari perbuatan yang kemungkinan dilakukan penyelenggara Negara. namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi, Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi. Pasal 25A UUD 1945 amandemen I-IV menegaskan bahwa: ”Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Ciri Nusantara disini menggambarkan adanya rangkaian pulau-pulau dan wilayah perairan dan laut diantara pulau-pulau itu, termasuk segala isi yang terkandung didalam air, daratan, udara yang ada diatasnya. Keseluruhan mekansisme hubungan antara mahkluk ciptaan Tuhan dalam ruang kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia itulah yang disebut sebagai ekosistem yang kita warisi dari generasi ke generasi.
Berdasarkan rumusan Pasal 33 ayat (4) terdapat dua konsep terkait dengan ide ekosistem yaitu bahwa perekonomian nasional yang berdasar pada demokrasi ekonomi haruslah mengandung maksud: (1) berkelanjutan, (2) berwawasan lingkungan. Dengan demikian keseluruhan ekosistem seperti yang dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) sebagaimana ditafsirkan secara ekstensif dan kreatif oleh pelbagai undang-undang di bidang lingkungan hidup haruslah dikelola untuk kepentingan pembangunan berdasarkan prinsip-prinsip berkelanjutan (suistainable) dan berwawasan lingkungan (pro-environment) sebagaimana ditentukan oleh Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Oleh karena itu cukup alasan jika menyebut bahwa UUD 1945 setelah Amandemen I-IV ini sudah bernuansa hijau atau pro lingkungan (green constitution). (H. Jawade Hafidz, Agustus 2011)
 Pengertian konstitusi menurut para ahli
1.             K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur /memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
2.             Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
3.             Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik, dsb.
4.             L.J Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak tertulis.
5.             Koernimanto Soetopawiro, istilah konstitusi berasal dari bahasa latin cisme yang berarti bersama dengan dan statute yang berarti membuat sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.
6.             Carl schmitt membagi konstitusi dalam 4 pengertian yaitu:
·         Konstitusi dalam arti absolut mempunyai 4 sub pengertian yaitu;
1.      Konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang mencakup hukum dan semua organisasi yang ada di dalam negara.
2.      Konstitusi sebagai bentuk negara.
3.      Konstitusi sebagai faktor integrasi.
4.      Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang tertinggi di dalam negara .
·         Konstitusi dalam arti relatif dibagi menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis agar haknya dapat dijamin oleh penguasa dan konstitusi sebagai sebuah konstitusi dalam arti formil (konstitusi dapat berupa tertulis) dan konstitusi dalam arti materiil (konstitusi yang dilihat dari segi isinya).
·           konstitusi dalam arti positif adalah sebagai sebuah keputusan politik yang tertinggi sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan.
·           konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi yang memuat adanya jaminan atas hak asasi serta perlindungannya.
·         Tujuan konstitusi yaitu:
1.      Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang – wenang maksudnya tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.
2.      Melindungi HAM maksudnya setiap penguasa berhak menghormati HAM orang lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.
3.      Pedoman penyelenggaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.
·         Nilai konstitusi yaitu:
1.      Nilai normatif adalah suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga nyata berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
2.      Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetapi tidak sempurna. Ketidaksempurnaan itu disebabkan pasal – pasal tertentu tidak berlaku / tidsak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi seluruh wilayah negara.
3.      Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan penguasa saja. Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik.
·           Macam – macam konstitusi
1.        Menurut CF. Strong konstitusi terdiri dari:
·           Konstitusi tertulis (documentary constitution / written constitution) adalah aturan – aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan tata negara, demikian juga aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam persekutuan hukum negara.
·         Konstitusi tidak tertulis / konvensi (non-documentary constitution) adalah berupa kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul.
·       Adapun syarat – syarat konvensi adalah:
1.        Diakui dan dipergunakan berulang – ulang dalam praktik penyelenggaraan negara.
2.        Tidak bertentangan dengan UUD 1945.
3.        Memperhatikan pelaksanaan UUD 1945.
Secara teoritis konstitusi dibedakan menjadi:
·           Konstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara, hubungan rakyat dengan pemerintah, hubungan antar lembaga negara.
·           Konstitusi sosial adalah konstitusi yang mengandung cita – cita sosial bangsa, rumusan filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik yang ingin dikembangkan bangsa itu.
Berdasarkan sifat dari konstitusi yaitu:
1.        Fleksibel / luwes apabila konstitusi / undang undang dasar memungkinkan untuk berubah sesuai dengan perkembangan.
2.        Rigid / kaku apabila konstitusi / undang undang dasar jika sulit untuk diubah.
Unsur/substansi sebuah konstitusi yaitu
Menurut Sri Sumantri konstitusi berisi 3 hal pokok yaitu
·         Jaminan terhadap Ham dan warga negara.
·         Susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental.
·         Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan.
Menurut Miriam Budiarjo, konstitusi memuat tentang
·         Organisasi negara.
·         HAM.
·         Prosedur penyelesaian masalah pelanggaran hukum.
·         Cara perubahan konstitusi.
Menurut Koerniatmanto Soetopawiro, konstitusi berisi tentang
·         Pernyataan konstitusi.ideologis.
·         Pembagian kekuasaan negara.
·         Jaminan HAM (Hak Asasi Manusia).
·         Perubahan konstitusi.
·         Larangan perubahan
·         Parameter terbentuknya pasal-pasal UU yaitu:
  1. Agar suatu bentuk pemerintahan dapat dijalankan secara demokrasi dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
  2. Melindungi asas demokrasi.
  3. Menciptakan kedaulatan tertinggi yang berada ditangan rakyat.
  4. Untuk melaksanakan dasar negara.
  5. Menentukan suatu hukum yang bersifat adil.
·           Kedudukan konstitusi/UUD yaitu:
  1. Dengan adanya UUD baik penguasa dapat mengetahui aturan / ketentuan pokok mendasar mengenai ketatanegaraan.
  2. Sebagai hukum dasar.
  3. Sebagai hukum yang tertinggi.

·           Perubahan konstitusi/UUD yaitu:
Secara revolusi, pemerintahan baru terbentuk sebagai hasil revolusi ini yang kadang – kadang membuat sesuatu UUD yang kemudian mendapat persetujuan rakyat. Secara evolusi, UUD/konstitusi berubah secara berangsur – angsur yang dapat menimbulkan suatu UUD, secara otomatis UUD yang sama tidak berlaku lagi.
·           Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi yaitu:
Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita – cita dan tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD suatu negara. Dasar negara sebagai pedoaman penyelenggaraan negara secara tertulis termuat dalam konstitusi suatu negara.
·           Keterkaitan konstitusi dengan UUD yaitu:
Konstitusi adalah hukum dasar tertulis dan tidak tertulis sedangkan UUD adalah hukum dasar tertulis. UUD memiliki sifat mengikat oleh karenanya makin elastik sifatnya aturan itui makin baik, konstitusi menyangkut cara suatu pemerintahan diselenggarakan.
Perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga Negara harus dilakukan sesuai dengan kondisi warga negara yang beragam.Realitas masyarakat Indonesia menunjukkan adanya perbedaan kemampuan untuk mengakses perlindungan dan pemenuhan hak yang diberikan oleh negara. Perbedaan kemampuan tersebut bukan atas kehendak sendiri kelompok tertentu, tetapi karena struktur sosial yang berkembang cenderung meminggirkannya. Perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional yang dilakukan tanpa memperhatikan adanya perbedaan tersebut, dengan sendirinya akan mempertahankan bahkan memperjauh perbedaan tersebut. (Dedi Sumanto, Desember 2013)

B.     HAK KONSTITUSI WARGA NEGARA INDONESIA

    Warga negara diartikan sebagai seseorang yang bertempat tinggal disuatu tempat yang menjadi bagian dari suatu penduduk berdasarkan kedudukannya sebagai seseorang yang berada pada wilayah atau tempat itu sendiri yang menjadi bagian dari unsur negara.
Dimana unsur negara tersebut harus meliputi beberapa faktor, bila terpenuhi suatu faktor-faktor tersebut barulah suatu tempat atau wilayah itu bisa dikatakan sebagai suatu negara.
Faktor tersebut diantaranya adanya wilayah, adanya warga negara, adanya seorang pemimpin yang memimpin dalam pelaksanaan penyelenggara dan manajemen suatu negara, dan tentunya negara tersebut  harus mendapat pengakuan dari negara yang lain.
Dalam UUD 1945 BAB X tentang Warga Negara pasal 26 ayat 1 yang berbunyi “yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”. Dan pasal 26 ayat 2 “Penduduk adalah warga negara Indonesia atau orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”.
Pasal 27 UUD 1945 yang sekarang terdiri dan 3 ayat menyatakantentang persamaan di muka hukum (equality befor the law) danpemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan dan kewajiban dalam upaya pembelaan negara. Pasal 28mengisyaratkan adanya kebebasan rakyat Indonesia untuk mendirikanpartai polotik dan perserikatan baik yang bersifat sosial politik maupunmurni kemasyarakatan (sosial). (Basuki, Desember 2013)
Membahas singkat tentang hak sebagai warga negara Indonesia yang baik, tentunya menjadi setiap orang atau warga negara wajib memiliki hak-hak penuh dan mutlak sebagai warga negara yang diakui sebagai penduduk berdasarkan unsur negara tersebut diatas.
Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa terkecuali. Persamaan tersebut harus dijunjung penuh guna menghindari adanya kecemburuan sosial yang terjadi di masyarakat dan mempunyai dampak yang negatif yang akan muncul dikemudian hari.
Hak setiap warga negara adalah hak mutlak yang dilakukan oleh seorang warga negara yang baik yang bisa memajukan suatu negara dengan hal-hal positif.
Perempuan juga memiliki hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif karena statusnya sebagai perempuan ataupun dasar pembedaan lainnya. Konstitusi Indonesia, Pasal 27 dan 28 I ayat (2) memuat dan menegaskan prinsip bebas dari diskriminasi. Prinsip Non Diskriminasi , bersama dengan kesetaraan di depan hukum dan perlindungan yang sama tanpa adanya diskriminasi merupakan prinsip dasar dan umum sehubungan dengan perlindungan hak asasi manusia.
Perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara harus dilakukan sesuai dengan kondisi warga negara yang beragam. Realitas masyarakat Indonesia menunjukkan adanya perbedaan kemampuan untuk mengakses perlindungan dan pemenuhan hak yang diberikan oleh negara. Perbedaan kemampuan tersebut bukan atas kehendak.  (Erlina, November 2012)

Adapun hak-hak sebagai warga negara diantaranya:
a.      Hak mendapat perlindungan
Hak ini adalah hak yang paling mutlak, dimana setiap warga negara wajib mendapat perlindungan apapun dalam bentuk apapun dari pemerintah agar seseorang tersebut merasa nyaman, aman bertempat tinggal dan menjadi suatu warga negara yang berada pada suatu wilayah atau negara yang dilindungi oleh hukum dan pemerintah.
Tidak mengenal status atau kedudukan sesorang tersebut untuk mendapat perlindungan dari pemerintah, yang pasti setiap warga negara harus dan wajib hukumnya berada pada lindungan pemerintah dalam bentuk apapun perlindungan itu.
b.      Hak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak
Hak ini yang semakin lama semakin jauh dan semakin pula dilupakan oleh pemerintah, padahal terdapat dalam UUD 1945 BAB X Tentang Warga Negara pasal 27 ayat 2 “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
c.       Hak ikut serta dalam upaya pembelaan negara
Setiap warga negara berhak ikut serta dan berperan aktif dalam upaya membela negaranya, bahkan kata perang sekalipun wajib hukumnya bahwa setiap warga negara harus ikut berperan aktif disana guna mencapai suatu kekuatan negara yang kuat dan kokoh bahkan tidak kehilangan jati diri bangsa dan harga diri negara.
Pasal 27 ayat 3 Bab X UUD 1945 “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara”.
d.      Hak beragama, memilih pendidikan dan kewarganegaraan
Sudah jelas tercantum pada bab XA tentang Hak Asasi Manusia pasal 28E ayat 1 “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,  memilih pendidikan dan pengajaran, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali”.
Dan masih banyak hak-hak yang lainnya seperti hak menyalurkan pendapat, hak berserikat dan berkumpul, hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, hak hidup sejahtera dsb.
Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab diri sendiri dan pemerintah khususnya dalam upaya membangun suatu negara yang baik, memajukan suatu negara tanpa adanya pihak eksternal yang ikut campur dalam penyelenggaraan negara, supaya bisa menjadikan negara yang kokoh, bersatu dan bisa mengamalkan pancasila dengan baik dan benar juga bisa senantiasa mengingat  kembali UUD 1945. (Wiratraman1, Januari 2005)

C.    HILANGNYA HAK KONSTITUSIONAL

Pengalaman berbagai konflik agrarian seringkali berakhir dengan berbagai kisah terabaikannya hak-hak warga Negara. Konflik agrarian yang terus terjadi diberbagai tempat mengakibatkan posisi kaum tani Indonesia makin terjepit. Dari tahun ketahun, ketimpangan struktur agraria akibat monopoli atas sumber-sumber agraria menyebabkan kemerosotan dan keterbelakangan kehidupan kaum tani di semua aspek, mulai sosial ekonomi, politik maupun budaya.
Kaum tani di Moro-moro, Register 45, Sungai Buaya, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung adalah salah satu bagian kaum tani yang merasakan beratnya menghadapi tekanan negara dan berbagai perilaku diskriminasi lainnya. Selama 14 tahun terakhir (sejak 1997) mereka diabaikan hak-hak politik dan ekosob-nya sebagai warga negara  akibat konflik agraria yang menyelimutinya. Tinggal di kawasan hutan Register 45 menyebabkan predikat “masyarakat illegal” harus mereka terima. Konsekuensi hak-hak konstitusional mereka sebagai warga negara secara sengaja dihilangkan. Tidak memiliki KTP, dokumen kependudukan, kehilangan hak-hak politik, akses pendidikan dan kesehatan dasar yang memadai seperti layaknya warga negara lainnya, adalah konsekuensi yang harus dihadapi ketika pilihan untuk berdiam dikawasan registrasi dilakoni.
 Aroma konstitusi yang didalamnya terdapat berbagai pasal yang melindungi hak-hak asasi warga negara tidak pernah sampai apalagi dirasakan oleh 3359 jiwa (hasil SP 2010) kaum tani di Moro-moro, Register 45 Sungai Buaya. Kebalikannya, tindakan-tindakan “anti konstitusi” justru menjadi hal yang biasa diterima. Berbagai pakar hukum telah menyatakan bahwa salah satu elemen dasar dari negara hukum adalah perlindungan terhadap hak-hak dasar/hak asasi manusia.Dalam konstitusi kita hak-hak asasi manusia juga telah diadopsi menjadi hak-hak konstitusional sesungguhnya tidaklah jauh berbeda dengan bicara hak asasi manusia. Meluasnya jaminan hak-hak asasi manusia melalui pasal-pasal di dalam UUD 1945 tentunya merupakan sebuah kemajuan dalam membangun fondasi hukum bernegara.
Konstitusi kita secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang salah satu elemen dasarnya adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia/hak-hak asasi manusia. UU No. 39 Tahun 1999 HAM tidak dapat dihilangkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh negara. Hak untuk memiliki selanjutnya juga diatur dalam Pasal 43 ayat 1 UU HAM yang mengatakan “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang berlangsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu juga menyatakan bahwa negara yang sudah berusia 17 tahun atau sudah/pernah kawin punya hak memilih. Pasal-pasal ini sepengetahuan penulis belum mengalami perubahan. (Muktiono, Mei 2012)
Kehilangan Hak
Kasus hilangnya hak politik warga negara dalam berbagai proses Pemilu yang ada di Indonesia sejak tahun 2006 (pilkada, pilgub, pileg dan pilpres) seperti yang dialami oleh masyarakat moro-moro tentunya mencederai rasa keadilan, kepastian hukum, serta prinsip-prinsip negara hukum seperti yang tertulis dalam konstitusi kita. Ironinya hal ini bukan hanya sekali terjadi, tapi berkali-kali masyarakat Moro-moro kehilangan haknya sebagai warga negara. Pemerintah dan KPU tentunya bukan tidak mengetahui persoalan ini karena kasus penghilangan hak politik ribuan warga negara seperti yang dialami masyarakat telah terjadi berulang kali.  
Saling lempar tanggungjawab antar Pemkab dan KPU terjadi sejak tahun 2006. Sejak tahun 2006 KPU selalu beralasan mereka hanya menerima daftar pemilih dari Pemkab setempat, syarat untuk dapat memilih adalah terdaftar dalam data kependudukan. Sementara Pemkab beralasan meski mengakui warga moro-moro sebagai warga negara, tapi mereka belum diakui sebagai warga kabupaten Mesuji karena bertempat tinggal di wilayah hutan yang dilarang. Jika terus begitu maka hal ini tidak akan pernah memberikan kepastian hukum terhadap bisa atau tidaknya warga Moro-moro menggunakan hak konstitusionalnya. Sampai dengan hari ini KPU dan Pemkab sendiri tidak pernah berani mengumumkan secara terbuka pelarangan/penghilangan hak konstitusional warga Moro-moro dan dasar hukum apa yang digunakan untuk melegalisasi sikap tersebut.
Berbagai inisiatif warga untuk mendaftarkan diri sebagai pemilih tidak pernah mendapatkan kepastian hukum. Hal ini berbeda dengan kelaziman yang berlaku diberbagai tempat dalam soal pendataan pemilih di Indonesia. Padahal mereka pemerintah dan KPU pasti mengetahui bahwa hak politik adalah salah satu hak yang diakui dan dilindungi oleh Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia lewat UU No. 12 tahun 2005. Dengan demikian sejatinya hak asasi manusia termasuk didalamnya adalah hak politik sejatinya ada karena semata-mata diberikan oleh Negara, karena sifatnya terletak (entitlement) bukan hanya semata-mata berdasarkan pemberian hukum positif (given). Tindakan penghilangan hak politik warga negara dengan alasan karena bertempat tinggal di wilayah hutan ini mengesankan tindakan diskriminatif jika terlalu dini untuk mengkategorikannya sebagai tindakan anti konstitusi.
Pemerintah boleh saja berpandangan bahwa keberadaan orang-orang diberbagai register melanggar undang-undang, tapi apakah karena “dianggap” melanggar hukum hak-haknya sebagai warga negara harus dihilangkan ? Sebagai analogi seseorang yang secara jelas dinyatakan bersalah dan mendapatkan putusan pengadilan pun tetap bisa menggunakan hak politiknya. Lewat analogi ini terlihat bahwa di satu sisi pemerintah tetap berusaha melindungi dan memberikan hak politik warga negara yang berstatus terpidana tapi disisi lain menghilangkan hak politik warga Negara yang “baru dianggap” melanggar undang-undang.
Disinilah yang dimaksud dengan tindakan diskriminatif terjadi. Analogi lainnya adalah pemerintah menjamin hak politik para buruh migrant yang kita yang berada diluar wilayah Indonesia, tapi menghilangkan hak politik warga negara yang berada didalam wilayah NKRI. Negara melalui penyelenggaraan pemilu sejatinya harus mampu menjamin terpenuhinya hak memilih warga karena meminjam pendapat MK-hak untuk memilih (the right to vote) adalah hak asasi manusia yang tidak boleh dikurangi karena soal-soal teknis administrasi. Dalam kasus Moro-moro ada cara pandang yang salah, dimana selain perilaku diskriminatif, sikap “mencurigai” usaha-usaha-usaha warga negara untuk memperjuangkan hak politiknya sebagai warga negara.
Prinsip Negara Hukum
Dalam kasus Moro-moro negara seakan-akan tidak lagi mampu melindungi hak warga negara, pemerintah dan KPU justru terkesan ragu-ragu kalau tidak bisa dibilang takut untuk menegakkan konstitusi. Pertanyaan akademisnya kemudian adalah apakah konstitusi kita sudah berubah ? Apakah Kebijakan Pemkab dan Peraturan KPU bisa mengalahkan amanat konstitusi ? Apakah perlakuan pemerintah dan KPU terhadap warga moro-moro bisa dikategorikan sebagai tindakan inskontitusional ? UUD 1945 secara tegas melarang berbagai tindakan diskriminasi sebagaimana tercermin pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 I ayat (2).
Berbagai peraturan dibawahnya seperti Pasal 1 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM juga tidak membenarkan diskriminasi berdasarkan perbedaan agama, suku, ras, etnik, kelompok golongan status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahwa keyakinan politik. Pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menegaskan, bahwasannya setiap orang berhak atas pangakuan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Ditegaskan pula dalam pasal 28 I ayat (2) yang menyatakan bahwasannya setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.
Jika melihat Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 jelas menunjukkan tanggungjawab negara dalam penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM  Sedangkan Pasal 28 I ayat (5) menegaskan penegakkan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan HAM dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam prakteknya mungkin ada benarnya pendapat Prof. Jimly Asshidiqie yang mengatakan bahwa dalam praktiknya penegakkan HAM sangat dipengaruhi oleh corak praktek politik yang berlaku pada suatu negara. Begitu pula sebaliknya, jika politiknya otoritarian, maka alih-alih mengenai HAM, yang justru biasanya terjadi adalah merebaknya praktik kejahatan HAM. Namun, dalam keadaan demokratis pun, jika para penegak hukum tidak memiliki kemauan kuat untuk menerapkan law enforcement dan justice enforcement, kejahatan HAM dapat saja tetap terjadi.
 Kami ingin menguntit pernyataan Gus Dur bahwa ideologi yang luhur dan mulia, ternyata tidak diwujudkan dalam perilaku pemerintahan yang sesuai dengan tujuan dan semangat UUD, yaitu berlangsungnya pemerintahan yang memiliki kewenangan terbatas dalam mengatur kehidupan masyarakat. Negara lain tampak sebagai kekuasaan pihak yang memerintahkan, bukannya sebagai pelaksana sistem pemerintahan yang bercirikan kedaulatan hukum. Perjuangan orang  Moro-moro untuk mendapatkan hak politiknya sesungguhnya dapat merupakan perjuangan menegakkan konstitusi.
Perjuangan menegakkan amanat “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Juga perjuangan menegakkan Pasal 5 ayat (1) UU HAM mengatakan : “Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum”. Memang belum tentu juga dengan mengikuti Pemilu akan dapat mengubah nasib orang Moro-moro menjadi lebih baik, tapi juga tidak bijak juga menghilangkan mimpi mereka untuk melihat masa depan yang lebih baik. Dalam situasi demikian, nilai-nilai konstitusional perlu terus menerus didorong untuk secara berani dan tegas menjamin serta melindungi hak-hak konstitusional warga negaranya. Akhirnya Thomas Jefferson pernah berkata “if we cannot secure all our rights, let us secure what we can”.

D.    CARA MENDAPATKAN HAK KONSTITUSI

      Konstitusi Indonesia memuat dan menegaskan prinsip bebas dari diskriminasi. Prinsip non diskriminasi, bersama dengan kesetaraan di depan hukum dan perlindungan hukum yang sama tanpa adanya diskriminasi, merupakan prinsip dasar dan umum sehubungan dengan perlindungan hak asasi manusia. Prinsip non diskriminasi secara tegas disebutkan dalam Pasal 27, Pasal 28H(2) dan 28I(2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Dalam instrumen HAM internasional negara berkewajiban untuk menghormati dan menjamin hak asasi bagi semua orang yang berada diwilayahnya dan menjadi subyek yurisdiksinya tanpa pembedaan atas dasar apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,agama, pendapat politik atau lainnya, asal usul sosial atau kebangsaan, kepemilikan, status kelahiran atau status lainnya
      Di saat yang sama, konstitusi Indonesia juga menjamin hak atas kemudahandan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H (2)Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945). Kemudahan dan perlakuan khusus ini adalah bagian dari langkah korektif dan bersifat sementara, yaitu hingga persamaandan keadilan tercapai. Salah satu bentuknya adalah penetapanquota.Pembedaan yang dilakukan sebagai bagian dari langkah korektif ini tidak termasuk diskriminasi, karena ditujukan untuk mempercepat pencapaian persamaan yang substantif.
Mekanisme penegakan hak asasi manusia di Indonesia secara detil menyangkut beberapa institusi yaitu Mahkaham Konstitusi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Perempuan dan Komisi Ombudsman Nasional.

        A. Mahkamah Konstitusi
     Perkembangan pengaturan hak asasi manusia di Indonesia telah dipengaruhi oleh  perubahan politik setelah kejatuhan Presiden Soeharto tahun 1998. Sidang Istimewa DPR bulan November 1998, misalnya, menghasilkan Ketetapan No. XII/MPR/1998      t Tentang Hak Asasi Manusia dan disusul dengan penerbitan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan lebih ekstensif tentang hak asasi manusia dicantumkan pula dalam Perubahan Ketiga Undang-undang Dasar 1945 (tahun 2000), meskipun terdapat kemiripan rumusan antara hasil amandemen konstitusi dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dan Ketetapan No. XVII/MPR/1998.Menurut Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, negara berkewajiban untuk melindungi, memajukan, menegakkan dan memenuhi hak asasi manusia.(rumusan yang dalam instrumen interasional dirumuskan sebagai kewajiban to protect,to promote, to implement or enforce and to fulfill human rights). Bagaimana hak asasi manusia ditegakkan di hadapan ancaman-ancaman kekuasaan yang tak perlu dan berlebihan, apa lagi yang bersalah-guna (corrupt)? Dalam kaitan ini penting pula untukmemeriksa mekanisme penyampaian keluhan public (public complaints procedure)

          B.Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
      Lembaga nasional hak asasi manusia merupakan sebuah badan yang menangani persoalan-persoalan hak asasi manusia, terutama dalam kerangka memajukan dan melindungi hak asasi manusia. Secara internasional institusi ini dimaksudkan sebagai rekan kerja Komisi HAM PBB di tingkat nasional. Maka, sebagaimana Komisi HAM PBB – lembaga nasional hak asasi manusia merupakan salah satu mekanisme pemajuan/perlindungan hak asasi manusia. Di Indonesia, lembaga nasional tersebut adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang pada awal berdirinya dibentuk berdasarkan Keppres No. 50 tahun 1993 dan   dalamperkembangannya diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.Keberadaan lembaga ini secara internasional dipandu oleh Prinsip-prinsip Paris 1991, mengenai Status dan Fungsi Institusi Nasional untuk Melindungi dan Memajukan Hak Asasi Manusia. Di dalamnya mencakup jurisdiksi lembaga, kemandirian danpluralitas yang harus tercermin dalam komposisi maupun cara beroperasinya.

      C.Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (yang selanjutnya akan disebut dengan (KPAI) dibentuk untuk merespon berbagai laporan tentang adanya kekerasan, penelantaran dan belum terpenuhinya hak-hak dasar anak di Indonesia. Keputusan politik untuk membentuk KPAI juga tidak dapat dilepaskan dari dorongan dunia internasional. Komunistas internasional menyampikan keprihatinan mendalam atas kondisi anak di Indonesia. Banyaknya kasus pekerja anak, anak dalam area konflik,pelibatan anak dalam konflik senjata (childs soldier) seperti yang terjadi di Aceh, tingginya angka putus sekolah, busung lapar, perkawinan di bawah umur, trafficking,dan lain sebagainya telah memantik perhatian komunitas internasional untuk menekan pemerintah Indonesia agar membuat lembaga khusus yang bertugas memantau kondisi perlindungan anak di Indonesia.Tekanan internasional ini didasari oleh kondisi bahwa Konvensi tentang Hak Anak (Convention on the Righs of Child) adalah salah satu instrumen hak asasi manusia internasional yang paling cepat dan paling banyak diratifikasi oleh berbagai negara di dunia. Dalam waktu yang sangat dingkat Konvensi tentang Hak Anak diratifikasi olehmseluruh negara anggota PBB, kecuali Amerika Serikat dan Somalia. Oleh karenanya,banyak kalangan yang mengatakan bahwa Konvensi tentang Hak Anak bersifat universal, hampir menyamai universalitas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
 D. Komisi Ombudsman Nasional (KON)
       terbentuknya Komisi Ombudsman Nasional tidak didasari secara khusus oleh semangat untuk melindungi, menegakkan dan memenuhi hak-hak asasi warga negara Indonesia. Kemunculan Komisi Ombudsman Nasional lebih didasari oleh semangat reformasi yang bertujuan menata kembali perikehidupan berbangsa dan bernegara serta dalam rangka melakukan reformasi birokrasi yang telah mandeg selama puluhan tahun.
        Semangat untuk melakukan reformasi birokrasi inilah yang sangat terasa dan pada saat dimunculkannya Komisi Ombudsman Nasional sedang menjadi pembicaraan meluas di kalangan masyrakat. Walaupun tidak serta merta tujuan perlindungan hak asasi manusia tidak ada, namun secara formal dibentuknya Komisi Ombudsman Nasional lebih dikarenakan tuntutan reformasi birokrasi.

sumber bacaan.

Basuki, U. (Desember 2013). Globalisasi, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia:. SUPREMASI HUKUM , Vol. 2, No. 2, 1-25.
Dedi Sumanto, A. L. (Desember 2013). PERSPEKTIF KONSTITUSI TENTANG PEMBERDAYAAN. Jurnal Al-Ulum , Hal 395-414.
Erlina. (November 2012). IMPLEMENTASI HAK KONSTITUSIONAL PEREMPUAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Jurnal Konstitusi , Vol. I, No. 1,1-15.
H. Jawade Hafidz, S. M. (Agustus 2011). EKOLOGI KONSTITUSIONAL (GREEN CONSTUTIONAL). Jurnal Hukum , Vol XXVI, 533- 549.
Muktiono. (Mei 2012). Mengkaji politik hukum kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum , Hal 395-414.
Wiratraman1, R. H. (Januari 2005). KONSTITUSIONALISME & HAK-HAK ASASI MANUSIA. Jurnal Ilmu Hukum YURIDIKA , Vol. 20, No. I, 1- 17.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar