Senin, 20 November 2017

KONSEP DASAR DAN HAKIKAT FILSAFAT



 KONSEP DASAR DAN HAKIKAT FILSAFAT

A.  Pengertian Filsafat

Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dan secara terminologi, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam sampai pada hakikatnya dengan menggunakan akal dan pikiran. Menurut Plato, Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Menurut Aristoteles, Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas yang ada. Ia pun mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “peri ada selaku peri ada” (being as being) atau “peri ada sebagaimana adanya” (being as such). Filsafat bukan mempersoalkan fenomena atau gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa, akan tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu gejala atau fenomena atau peristiwa. Jadi filsafat membahas lapisan yang terakhir dari segala sesuatu atau membahas masalah-masalah yang paling dasar.
Filsafat bertujuan untuk mencari hakikat dari sesuatu gejala atau fenonema secara mendalam. Ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala atau fenomena saja. Maka dalam filsafat harus refleksi, radikal, dan integral. Filsafat bertugas sebagai pengantar, pengiring, dan sekaligus sebagai hati nurani dari segenap kegiatan ilmiah. Dengan berfilsafat sekaligus untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hakikat dari sesuatu. Dengan filsafat seorang tidak akan menganggap sesuatu masalah sebagai hal yang sepele namun akan mempertanyakan mengenai isi kebenaran sesuatu perbuatan tertentu dan pada akhirnya akan menemukan kebenaran.
Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikiran manusia. Filsafat mencoba mengerti, menganalisa, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan secara mendalam. Meskipun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersifat hakiki dan mendalam, namun masih relative dan subjektif. Dengan demikian dapat dikatan bahwa, kebenaran filsafat adalah kebenaran relatif, yang berarti kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia.

B.  Tujuan Dan Ciri-Ciri Pikiran Kefilsafatan

a. Tujuan

            Filsafat bertujuan untuk mencari hakikat dari sesuatu gejala atau fenomena secara mendalam ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-gejala atau fenomena saja. Jadi dalam filsafat harus refleksi, radikal, dan integral. Refleksi berarti manusia menangkap objeknya secara intensional dan sebagai hasil dari proses tersebut adalah keseluruhan nilai dan makna yang diungkapkan dari objek-objek yang dihadapinya. Radikal berasal dari kata “radix” berarti akar, jadi filsafat berarti mencari pengetahuan sedalam-dalamnya atau sampai keakar-akarnya. Filsafat ingin menembus hingga inti masalah dengan mencari manakah faktor-faktor yang fundamental yang memebentuk adanya sesuatu. Namun hal ini dibatasi oleh sejauh kemampuan manusia dapat menemukannya, sebab filsafat tidak akan membicarakan yang jelas berada di luar jangkauan akal budi yang sehat. Sedangkan filsafat itu integral berarti mempunyai kecenderungan untuk memperolaeh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan. Jadi filsafat ingin memandang objeknya secara keseluruhan.

b. Ciri-ciri Pikiran Kefilsafatan

            Ciri-ciri kefilsafatan, yaitu filsafat merupakan pemikiran tentang hal-hal serta proses-proses dalam hubungan yang umum. Diantara proses-proses yang dibicarakan ialah pemikiran itu sendiri, diantara hal-hal yang dipikirkan adalah sipemikir itu sendiri. Dengan filsafat seseorang tidak akan menganggap sesuatu masalah yang dimanapun sebagai hal yang sepele, tidak akan mudah dipengaruhi oleh sesuatu suasana yang kebetulan terdapat pada suatu waktu tertentu, menjadi bersikap bebas, dapat mengatasi sesuatu prasangka tertentu, menjadi bersikap jujur, akan mempertanyakan mengenai isi kebenaran sesuatu perbuatan tertentu dan pada akhirnya menemukan kebenaran.

C. Alasan Berfilsafat Dan Peranannya

1. Alasan Berfilsafat

Manusia sebagai makhluk berfikir selalu berusaha untuk mengetahui segala sesuatu tidak mau menerima begitu saja apa adanya sesuatu itu. Selalu ingin tahu apa yang ada yang dilihat dan diamati. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini. Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah dijangkau. Segala sesuatu yang dilihatnya, dialaminya, dan segala yang terjadi di lingkungan selalu dipertanyakan dan dianalisi atau dikaji. Kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan merupakan faktor yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu mempertanyakan, memikirkan, dan menyelidiki segala sesuatu.
a.         Keheranan
Berfikir filsafat timbul karena adanya sesuatu hal yang dipikirkan atau dipertanyakan terhadap sesuatu hal atau objek, bahkan bisa saja karena adanya keheran terhadap objek di sekeliling kita. Dari hal-hal tersebut maka seseorang akan mencari jawaban dari pertanyaan atau rasa keheran secara mendalam sampai hal tersebut terjawab sesuai dengan kepuasan yang diinginkan, didalam menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan suatu pola berpikir agar pertanyaan tersebut terjawab dan hasil jawaban itu dapat dipertanggungjawabkan, seperti halnya di atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak akan terjawab jikalau tidak ada pemikiran/berpikir serta pengetahuan yang ilmiah dalam menjawab sehingga dibutuhkan suatu ilmu dalam menjawab sehingga dapat dikatakan bahwasannya produk dari pemikiran filsafat adalah ilmu serta ilmu tersebut akan muncul cabang-cabang ilmu yang lain yang mebidangi dari setiap permasalahan yang dikaji. Seperti banyak filsuf berpendapat bahwa awal mulanya filsafat adalah timbulnya rasa heran atau kagum pada manusia. Misalnya Plato (filsuf Yunani, guru dari Aristoteles ) menyatakan bahwa : Mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk meyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal filsafat.
b.        Kesangsian
Berbeda dengan Plato; Agustinus dan Rene Descartes beranggapan lain. Menurut mereka, berfilsafat itu bukan dimulai dari kekaguman atau keheranan, tetapi sumber utama mereka berfilsafat dimulai dari keraguan atau kesangsian. Ketika manusia heran, ia akan ragu-ragu dan mulai berpikir apakah ia sedang tidak ditipu oleh panca inderanya yang sedang keheranan? Apakah yang kita lihat itu benar sebagaimana adanya? Kesangsian dan meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh dan kritis seperti ini disebut dengan berfilsafat.
Sebuah karya Descartes yang bersifat otobiografis dan merupakan sebuah karya filsafat yang klasik, berkenaan dengan analisis atas jiwa rasional manusia. Dalam buku itu ia menggambarkan awal usaha filosofisnya untuk meragukan semua hal secara sistematis. Pertama-tama Descartes berasumsi bahwa segala-galanya bisa diragukan, termasuk kesan-kesan indrawi yang sangat jelas dan terpilah-pilah, serta sifat dasar dunia fisik sudah dianggap jelas dan pasti. Misalnya, ia membayangkan kesan-kesan tersebut hanyalah ilusi belaka, bahwa ia tadi bermimpi tentang kesan-kesan tersebut dan bukan sungguh-sungguh mengalaminya. Namun, setelah terus menerus ragu akhirnya ia sampai pada suatu ide yang tampak sangat pasti, yang tidak dapat diragukan. Dengan demikian secara paradoksal tindakan meragukan sesuatu justru memberikan bukti adanya kepastian yang diinginkan oleh Descartes. Ia dapat meragukan segenap kenyataan indrawinya bahkan keberadaan tubuh dan dunia fisiknya, tetapi ia tidak dapat meragukan kenyataan subjektif dari jiwanya sendiri.
Descartes mengatakan bahwa jiwa tidak pernah tampak secara langsung dalam kesadaran kita, seperti halnya pengalaman indrawi. Descartes yakin bahwa jiwa itu ada, ia tidak pernah mengalami totalitasnya sama sekali. Akan tetapi keyakinan ini mendorongnya untuk menyelidiki ide-ide lain yang meskipun nyata, tetapi tidak dapat dihadirkan hanya oleh satu pengalaman indrawi semata-mata. Ide-ide tersebut diantaranya adalah kesempurnaan, kesatuan, ketidak-berhinggaan, dan aksioma-aksioma geometris yang terdapat di dalam jiwa. Descartes berkesimpulan bahwa ide-ide seperti itu tidak bergantung dari pengalaman indrawi yang spesifik tetapi dapat disentuh dan ditimbulkan oleh pengalaman pastilah diperoleh dari hakikat jiwa yang berfikir. Maka ia menamakan mereka ide-ide bawaan (innate ideas) dari jiwa. Keyakinan Descartes akan ide-ide bawaan merupakan tongkat dimulainya pemikiran filsafatnya.
c.         Kesadaran akan keterbatasan
Bagi manusia, berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada dirinya. Menurut Husserl kesadaran tidak lain adalah intensional mengarah pada sesuatu yang disadari yang disebut sebagai  aktivitas intensional atau noetimatic, sedangkan aktivitas menyadari sesuatu disebut sebagai aktivitas noetic. Oleh sebab itu pengertian kesadaran oleh Husserl selalu dihubungkan dengan kutub objektifnya, yakni objek yang disadari. Kesadaran merupakan adanya suatu pemikiran perubahan tentang sesuatu. Dalam keterbatasan, sangatlah berguna mengejar peradaban atau kebudayaan karena kebahagiaan-kebahagiaan kita tergantung pada apa yang ada di dalam pikiran kita.
Apabila seseorang sadar bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yang hakiki. Manusia menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dan yang ada pasti ada penyebabnya, dan dengan demikian mulailah ia berfikir abstrak, dan akhirnya akan menemukan bahwa ada penyebab yang tidak disebabkan apa-apa. Itulah yang disebut dengan Causa Prima, Pencipta yang menjadikan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada.

2. Peranan Filsafat

Filsafat memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Whitehead, salah seorang pemikir terbesar dan disegani pada zaman modern menggambarkan peranan filsafat yang pertama sebagai pengetahuan dan tinjauan ke masa depan. Beliau berkata ketika peradaban manusia mencapai puncak, ketiadaan filsafat hidup yang harmonis yang melanda seluruh komunitas memunculkan dekadensi dan kebosanan. Baginya karakter sebuah peradaban memang sangat dipengaruhi oleh pandangan umumnya tentang kehidupan dan realitas. Peranan filsafat yang kedua sebagai pemberi penilaian imparsial dari seluruh sisi dan pengetahuan yang diberikan tentang bukti dan apakah yang harus dicari dan diharapkan dari sebuah bukti. Hal ini akan menjadi pengecek penting  atas bias emosional dan konklusi yang gegabah dan terutama dibutuhkan dan seringkali tidak dimiliki dalam berbagai kontroversi politik. Filsafat menciptakan ideal pemikiran yang baik dan melatih seseorang untuk menghilangkan kebingungan.
Rapar dalam Surajoyo mengatakan bahwa Filsafat telah memerankan tiga peran utama dalam sejarah pemikiran manusia. Ketiga peran tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pendobrak
Berabad-abad lamanya intelektual manusia terkurung dalam tradisi dan kebiasaan. Manusia terlena dalam alam mistik yang penuh dengan hal-hal yang serba rahasia yang terungkap melalui mitos dan mite. Pikiran manusia terbuai dengan hanya menerima begitu saja segala penuturan dongeng dan takhayul tanpa mempersoalkan lebih lanjut. Pada umumnya orang beranggapan bahwa segala dogeng dan takhayul merupakan bagian yang hakiki dari warisan tradisi nenek moyang, sedangkan tradisi itu diterima benar dan tidak dapat diganggu gugat, maka dogeng dan takhayul itu pasti benar dan tidak boleh diganggu gugat. Orang Yunani yang dikatakan memiliki rasionalitas yang luar biasa, pernah percaya kepada dongeng dan takhayul. Keadaan ini berlangsung cukup lama. Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu dan tembok tradisi yang begitu sacral dan selama itu tidak boleh tidak diterima. Pendobrakan itu membutuhkan waktu yang cukup lama atau panjang namun telah membuahkan hasil yang mencengangkan, yakni terjadi perubahan dalam pandangan dan sikap manusia tentang sesuatu.
b. Pembebas
Kehadiran filsafat bukan hanya sebagai pendobrak pintu palang yang mempertahankan tradisi dan kebiasaan yang penuh dengan berbagai mitos dan mite itu, melainkan juga merenggut manusia keluar dari dalam kurungan tersebut. Filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara berfikir yang mistik dan mite dan dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Filsafat telah, sedang, dan akan terus berupaya membebaskan manusia dari kekurangan dan kemiskinan pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi picik dan dangkal. Filsafat membebaskan manusia dari cara berfikir yang tidak teratur dan tidak jernih, cara berfikir tidak kritis yang membuat manusia mudah menerima berbagai kebenaran semu yang menyesatkan. Jelasnya dapat dikatakan bahwa, filsafat membebaskan manusia dari segala jenis penjara yang hendak mempersempit ruang gerak akan budi manusia.
c. Pembimbing
Filsafat berperan sebagai pembimbing terhadap keluarnya manusia dari kungkungan yang membelenggu manusia yang hendak mempersempit ruang gerak akal budinya. Filsafat membimbing manusia dari cara berfikir yang:
ü  Mistik dan mite dengan membimbing manusia untuk berfikir secara rasional
ü  Picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berfikir secara luas dan mendalam yakni berfikir secara universal sambil berupaya mencapai ‘radix’ dan menemukan esensi suatu permasalahan.
ü  Tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia untuk berfikir secara sistematis dan logis
ü  Utuh dan begitu pragmentaris dengan membimbing manusia untuk berfikir secara integral dan koheren.
Franz Magnis Suseno (1991) menyebutkan ada empat peranan filafat, yaitu sebagai berikut:
·           Bangsa Indonesia berada di tengah – tengah dinamika proses modernisasi yang meliputi banyak bidang dan sebagian dapat dikemudikan melalui kebijakan pembangunan. Menghadapi tantangan modernisasi dengan perubahan pandangan hidup, nilai dan norma itu filsafat membantu mengambil sikap sekaligus terbuka dan kritis.
·           Filsafat merupakan sarana yang baik untuk menggali kembali kekayaan kebudayaan, tradisi, dan filsafat Indonesia serta untuk mengaktualisasikannya. Filsafatlah yang paling sanggup untuk mendekati warisan rohani tidak hanya secara verbalistik, melainkan secara evaluatif, kritis, dan reflektif sehingga kekayaan rohani bangsa dapat menjadi modal dalam pembentukan terus – menerus identitas modern Indonesia.
·           Sebagai kritik ideologi, filsafat membangun kesanggupan untuk mendeteksi dan membuka kedok ideologis pelbagi bentuk ketidakadilan sosial dan pelanggaran terhadap martabat dan hak asasi manusia yang masih terjadi.
·           Filsafat merupakan dasar paling luas untuk berpartisipasi secara kritis dalam kehidupan intelektual bangsa pada umumnya dan dalam kehidupan intelektual di universitas dan lingkungan akademis khususnya.



BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

            Dengan berdasarkan seluruh penjelasan yang telah penulis jabarkan diaras maka penulis membuat kesimpulan dari seluruh pembahasan yakni:
1.        filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam sampai pada hakikatnya dengan menggunakan akal dan pikiran.
2.        Filsafat bertujuan untuk mencari hakikat dari sesuatu gejala atau fenomena secara mendalam ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-gejala atau fenomena saja. Jadi dalam filsafat harus refleksi, radikal, dan integral. Ciri-ciri kefilsafatan, yaitu filsafat merupakan pemikiran tentang hal-hal serta proses-proses dalam hubungan yang umum.
3.        Manusia sebagai makhluk berfikir selalu berusaha untuk mengetahui segala sesuatu tidak mau menerima begitu saja apa adanya sesuatu itu. Filsafat memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

B. Saran

          Dengan berdasarkan seluruh uraian yang telah penulis jelaskan maka penulis menyarankan agar kiranya para pembaca dan juga keseluruhannya mau memulai untuk berpikir berfilsafat dalam menyelesaikan masalah yang kita hadapi agar kelak kedepannya kita dapat menemukan solusi terbaiknya.


DAFTAR PUSTAKA

Ewing, 2003, Persoalan-Persoalan Mendasar Filsafat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Edward, Yusnadi, MS, 2015, Filsafat Pendidikan, Medan: Unimed Press
Zainal, Abidin, 2003, Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat, Bandung:    PT Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar