Senin, 20 November 2017

KONFLIK INTERNASIONAL



KONFLIK INTERNASIONAL

1.      Mengapa Terjadi  Konflik
Sejak abad ke 20, pengetahuan tentang konflik sosial mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini juga diikuti oleh peningkatan teknologi dan peningkatan jangkauan kekerasan yang terjadi. Dalam mempelajari konflik, terdapat beberapa pengertian tentang konflik. Park dan Burgess mendefinisikan konflik secara sederhana yaitu sebagai sarana perebutan status, sedangkan Mack dan Snyder mendefinisikan konflik bukan hanya dikarenakan adanya perebutan status tapi juga dikarenakan langkanya sumber daya alam dan adanya perubahan sosial yang sangat berarti.
Dari berbagai teori yang dipakai dalam mendefinisikan konflik, maka konflik dapat didefinisikan sebagai situasi dimana aktor menggunakan perilaku konflik yaitu dengan melawan aktor lainnya untuk mencapai tujuan yang bertentangan antara aktor satu dengan aktor lainnya atau untuk mengungkapkan permusuhan. Perilaku konflik dalam hal ini adalah semua perilaku yang membantu suatu kelompok untuk mencapai tujuannya yang bertentangan dengan tujuan kelompok atau aktor lain sehingga dapat menimbulkan rasa permusuhan aktor satu dengan aktor lain.
Kebanyakan konflik melalui berbagai macam tingkatan atau tahapan. Tahapan konflik ini ditandai oleh berbagai macam levels of violence. Level kekerasan ini terdiri dari beberapa periode, periode ini dimulai dengan munculnya ketegangan yang terjadi antar kelompok, diikuti dengan adanya konfrontasi atau masing-masing aktor sudah saling berhadapan, lalu pecahnya kekerasan dan meningkatnya perang militer. Setelah perang usai muncullah tahap penyelesaian dan kemudian konflik ini mengalami beberapa tahap penurunan yang ditandai dengan adanya genjatan senjata, diikuti dengan pembuatan perjanjian penyelesaian konflik secara formal, rapprochement atau penyesuaian dan pada akhirnya terjadi reconciliation atau perdamaian kembali. Namun, adapula kasus konflik yang tidak melalui levels of violence seperti kasus Angola yang terjadi pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an, dimana konflik yang hampir terselesaikan menjadi konflik lagi dan bahkan menimbulkan kekerasan yang lebih parah daripada konflik pertama.
Dari levels of violence dapat dilihat bahwa konflik mengalami evolusi, yaitu dari tingkat tidak terlihat atau latent conflict dimana konflik yang ada tidak dapat dilihat atau tidak dapat diobservasi. Tingkatan ini berubah menjadi konflik yang terlihat atau manifest conflict dimana dalam menifest conflict, konflik yang terjadi dapat diteliti dan terlihat perilakunya sehingga lebih mudah untuk diselesaikan daripada latent conflict.
Konflik sering dihubungkan dengan kekerasan atau violence. Ada tiga argumen penting dalam mengartikan violence atau kekerasan. Pertama, Mahatma Gandhi berargumen bahwa setiap tindakan kekerasan yang timbul dikarenakan ketidakmerataan dan ketidakadilan jika mengalami ketidakmampuan akan lebih baik. Masih ada harapan bagi orang-orang yang bertindak keras untuk menjadi orang yang tidak keras dan tidak ada harapan untuk menjadi lemah. Jadi, menolak tindakan kekerasan menurut Gandhi tidaklah membuat seseorang menjadi lemah. Kedua, argumen dari David Barash yang mengatakan bahwa kekerasan merupakan wujud dari sifat agresivitas manusia, sehingga kekerasan tidak dapat dipisahkan dengan konflik. Ketiga, Margaret Mead berpendapat bahwa kekerasan merupakan bagian kecil dari kehidupan manusia yang bersifat kondisional, sehingga kekerasan muncul secara tidak disadari akibat adanya sifat timbal balik yang dimilik oleh manusia.

2.      Perang Dunia I, II, dan Perang Dingin

a.      Perang Dunia Pertama
Perang Dunia I (atau juga dinamakan Perang Dunia Pertama, Perang Besar, Perang Negara-Negara, dan Perang untuk Mengakhiri Semua Perang) adalah sebuah konflik dunia yang berlangsung dari 1914 hingga 1918. Lebih dari 40 juta orang tewas, termasuk sekitar 20 juta kematian militer dan sipil.
 Awal mula perang ini terjadi setelah Pangeran Franz Ferdinand dari Austria-Hongaria (sekarang Austria) dibunuh anggota kelompok teroris Serbia, Gavrilo Princip di Sarajevo. Tidak pernah terjadi sebelumnya konflik sebesar ini, baik dari jumlah tentara yang dikerahkan dan dilibatkan, maupun jumlah korbannya. Senjata kimia digunakan untuk pertama kalinya, pemboman massal warga sipil dari udara dilakukan, dan banyak dari pembunuhan massal berskala besar pertama abad ini berlangsung saat perang ini. Empat dinasti, Habsburg, Romanov, Ottoman dan Hohenzollern, yang mempunyai akar kekuasaan hingga zaman Perang Salib, seluruhnya jatuh setelah perang.
Perang Dunia I menjadi momentum pecahnya orde dunia lama, menandai berakhirnya monarki absolutisme di Eropa. Ia juga menjadi pemicu Revolusi Rusia, yang akan menginspirasi revolusi lainnya di negara lainnya seperti Tiongkok dan Kuba, dan akan menjadi basis bagi Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Kekalahan Jerman dalam perang ini dan kegagalan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang masih menggantung yang telah menjadi sebab terjadinya Perang Dunia I akan menjadi dasar kebangkitan Nazi, dan dengan itu pecahnya Perang Dunia II pada 1939. Ia juga menjadi dasar bagi peperangan bentuk baru yang sangat bergantung kepada teknologi, dan akan melibatkan non-militer dalam perang seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya.
PD I terkenal dengan peperangan parit perlindungannya, di mana sejumlah besar tentara dibatasi geraknya di parit-parit perlindungan dan hanya bisa bergerak sedikit karena pertahanan yang ketat. Ini terjadi khususnya terhadap Front Barat. Lebih dari 9 juta jiwa meninggal di medan perang, dan hampir sebanyak itu juga jumlah warga sipil yang meninggal akibat kekurangan makanan, kelaparan, pembunuhan massal, dan terlibat secara tak sengaja dalam suatu pertempuran.



b.      Perang Dunia Kedua
Perang Dunia kedua, (biasa disingkat PDII) adalah konflik militer global yang terjadi pada 1 September 1939 sampai 2 September 1945 yang melibatkan sebagian besar negara di dunia, termasuk semua kekuatan-kekuatan besar yang dibagi menjadi dua aliansi militer yang berlawanan yaitu; Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terbesar sepanjang sejarah dengan lebih dari 100 juta personil. Dalam keadaan "perang total," pihak yang terlibat mengerahkan seluruh bidang ekonomi, industri, dan kemampuan ilmiah untuk melayani usaha perang, menghapus perbedaan antara sipil dan sumber-sumber militer. Lebih dari tujuh puluh juta orang, mayoritas warga sipil, tewas. Hal ini menjadikan Perang Dunia II sebagai konflik paling mematikan dalam sejarah manusia.
Dapat dikatakan bahwa PD II dimulai saat Jerman menginvasi Polandia pada tanggal 1 September 1939, dan berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 pada saat Jepang menyerah kepada tentara Amerika Serikat. Secara resmi PD II berakhir ketika Jepang menandatangani dokumen Japanese Instrument of Surrender di atas kapal USS Missouri pada tanggal 2 September 1945, 6 tahun setelah perang dimulai. Perang Dunia II berkecamuk di tiga benua tua; yaitu Afrika, Asia dan Eropa.

c.       Perang Dingin
Perang Dingin (Cold War) ditandai dengan pembagian blok yang kentara antara Blok Timur pimpinan Uni Soviet yang berhaluan komunisme dengan blok Barat pimpinan Amerika Serikat yang menganut kapitalisme. Hubungan internasional pada kurun waktu sejak berakhirnya Perang Dunia II tak lepas dari kerangka Perang Dingin.         
Adanya Dominasi  Uni Soviet dan Amerika Serikat terhadap para sekutunya menyebabkan hubungan internasional sangat dipengaruhi kepentingan kedua negara adidaya.  Tidak mengherankan muncullah blok-blok aliansi yang lebih didasarkan pada persamaan ideologis. Hampir semua langkah diplomatik dipengaruhi oleh tema-tema ideologis yang kemudian dilengkapi dengan perangkat militer. Pertentangan sistem hidup komunis dan liberal ini sedemikian intensifnya sehingga pada akhirnya perlombaan senjata tak dapat dihindarkan lagi karena dengan jalan menumpuk kekuatan nuklir itulah jalan terakhir menyelamatkan ideologinya.
Menurut Juwono Sudarsono (1996), secara resmi apa yang dikenal sebagai Perang Dingin berakhir pada kurun waktu 1989-1990 dengan runtuhnya Tembok Berlin pada 9 November 1989 serta menyatunya Jerman Barat dan Jerman Timur pada 3 Oktober 1990. Perkembangan itu disusul dengan bubarnya Uni Soviet pada 25 Desember 1991 bersamaan dengan mundurnya Mikhail Gorbachev sebagai kepala negara. Setelah berakhirnya Perang Dingin yang ditandai antara lain runtuhnya Tembok Berlin dan bubarnya Uni Soviet, Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara adidaya.
Jika dicermati dari polanya, Paradigma  Perang Dingin 1949-1989 seperti Juwono jelaskan terbagi pada beberapa tahap perkembangan sesuai dengan realitas hubungan antar bangsa.  Juwono menilai secara politis Perang Dingin terbagi atas tahap 1947-1963 dengan beberapa puncak persitiwa seperti Blokade Berlin 1949, Perang Korea 1950-1953, Krisis Kuba 1962 dan Perjanjian Proliferasi Nuklir (NPT) 1963. Selanjutnya selama Perang Vietnam 1965-1975, paradigma Perang Dingin terbatas pada persaingan berkelanjutan antara AS dan Uni Soviet di beberapa kawasan strategis dunia.
Menurut Juwono, salah satu yang terpenting terjadi dalam Perang Arab-Israel 1967-1973. Perundingan senjata  strategis yang mulai dirintis dan dikukuhkan melalui Perjanjian SALT I juga menjadi salah satu ciri periode ini. Selama kurun waktu yang panjang itulah isu-isu seperti pertentangan ideologis, perebutan wilayah pengaruh, pembentukan blok militer, politik bantuan ekonomi yang dilatarbelakangi kepentingan ideologis, spionasi militer dan pembangunan kekuatan nuklir menjadi tema-tema penting.
Oleh karena itu di tengah pertentangan  Blok Timur dan Barat itulah muncul apa yang disebut Negara Non Blok. Indonesia menjadi salah satu pelopor berdirinya Gerakan Non Blok (GNB) yang banyak menarik perhatian negara-negara yang baru merdeka sesudah 1945. Cina meskipun tergolong negara besar dan memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB, namun menjadi salah satu anggota GNB hingga kini. 

d.      Upaya Mewujudkan Perdamaian Internasional
Setidaknya ada beberapa cara pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia. Diantara langkah-langkah tersebut, menurut Cipto Wardoyo adalah:

1.      Melalui Kerjasama Internasional
Pada skala internasional, untuk menghindari konflik/ perang antar negara bisa dilakukan dengan cara membangun kemitraan dan kerjasama yang erat antar negara. Kerjasama yang saling menguntungkan dalam rangka mencapai kepentingan nasional masing-masing negara mutlak diperlukan, disamping untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan dunia, namun hal yang peting dari kerjasama internasional ini adalah terciptanya interdependensi yang pada akhirnya akan menghindari negara-negara berkonfrontasi secara fisik (lihat liberalisme).
2.      Melalui Pendekatan Cultural (Budaya)
Dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia, setidaknya kita mesti mengetahui budaya tiap-tiap masyarakat ataupun sebuah negara. Dengan mengetahui budaya tiap-tiap masyarakat atau sebuah negara maka kita bisa memahami karakteristik dari masyarakat atau Negara tersebut. Atas dasar budaya dan karakteristik masyarakat atau suatu negara, kita bisa mengambil langkah-langkah yang tepat dan efektif dalam mewujudkan perdamaian. Dan idealnya, pendekatan budaya ini merupakan cara yang paling efektif dalam mewujudkan perdamaian masyarakat Indonesia serta dunia.
3.      Melalui Pendekatan Sosial dan Ekonomi
Dalam hal ini pendekatan sosial dan ekonomi yang dimaksud adalah terkait masalah kesejahteraan dan faktor-faktor sosial di masyarakat yang turut berpengaruh terhadap upaya perwujudan perdamaian dunia. Ketika masyarakatnya kurang sejahtera tentu saja lebih rawan konflik dan kekerasan di dalamnya. Masyarakat atau negara yang kurang sejahtera biasanya tidak begitu peduli atas isu dan seruan perdamaian, karena tekanan dan beban hidup yang berat. Maka untuk mendukung upaya perwujudan perdamaian dunia yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah meningkatkan pemerataan kesejahteraan seluruh masyarakat dan negara di dunia ini.
4.      Melalui Pendekatan Politik
Pendekatan politik yang dimaksud adalah agenda politik yang menekankan dan menyerukan terwujudnya perdamaian dunia. Terlebih lagi bagi negara-negara maju dan adidaya yang memiliki power atau pengaruh dimata dunia. Negara-negara maju pada saat-saat tertentu harus berani menggunakan power-nya untuk melakukan intervensi positif pada negara-negara yang berkonflik.
5.      Melalui Pendekatan Religius (Agama)
Pada dasarnya seluruh umat beragama di dunia ini pasti menginginkan adanya perdamaian. Sebab tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan, kekerasan ataupun peperangan. Semua negara mengajarkan kebaikan, yang diantaranaya kepedulian dan perdamaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar